Hanya dalam 2,5 tahun
kepemimpinannya, rakyat mencatatnya sebagai khalifah (pemimpin) Islam
yang sukses memberantas kemiskinan, menciptakan stabilitas sosial dan
politik, serta solidaritas kemanusiaan yang tanpa batas. Sekalipun dia
pedagang kaya, tapi kesederhanaan dan kelembutan kepribadiannya selalu
mendasari setiap kebijakan dan kepemimpinannya sebagai pengganti
Rasulullah SAW.Padahal,
boleh dikata berbagai ancaman, disintegrasi dan cercaan yang
dialamatkan kepadanya, tak kalah hebatnya dibanding pada masa
Rasulullah. Namun, itu semua dihadapi dengan hati bening, jiwa lapang,
dan pikiran jernih. Ia senantiasa mengembalikan semua persoalan yang
dihadapinya kepada ajaran yang hanif.
Abu Bakar bernama lengkap Abdullah bin Abi Kuhafah At-Tamimi. Nama
kecilnya adalah Abdul Ka’bah. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah
karena cepatnya dia masuk Islam (assaabiquunal awwaluun, yakni golongan
pertama yang masuk Islam). Sedang Ash Shiddiq yang berarti ‘amat
membenarkan’ adalah gelar yang diberikan kepadanya lantaran ia segera
membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai peristiwa.
Dari garis kedua orang tua, Usman bin Amir bin Amr bin Sa’ad bin Taim
bin Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik
(ayah), dan Ummu Khair Salama binti Skhar (suku Quraisy) terlihat, Abu
Bakar termasuk dari suku terhormat, yakni suku Taim (ayah) dan Quraisy
(ibu). Kedua suku ini banyak melahirkan orang besar.
Sejak kecil, Abu Bakar dikenal sebagai anak yang cerdas, sabar, jujur
dan lembut. Ia menjadi sahabat Nabi SAW sejak keduanya masih usia
remaja. Karena sifatnya yang mulia itu, ia banyak disenangi dan disegani
oleh masyarakat sekitar, juga lawan maupun kawan saat memperjuangkan
Islam.
Abu Bakar yang juga mahir dalam ilmu hisab itu, dikenal mempunyai
kedudukan istimewa di sisi Nabi SAW. Bahkan salah satu putrinya, yakni
‘Aisyah Ra, kemudian dinikahi Rasulullah.Secara universal, sesungguhnya prototipe Abu Bakar mungkin dapat
digolongkan sebagai pejuang Islam yang sejak awal konsisten membela kaum
tertindas, tak pandang bulu. Seperti dikutip Jamil Ahmed dalam Seratus
Muslim Terkemuka, Abu Bakar tak pernah absen dalam setiap pertempuran
menegakkan kebenaran dan menumpas penindasan.
Perjuangannya itu semakin berat sejak dirinya dipilih sebagai
khalifah, menggantikan Rasulullah yang wafat pada 632 M. Ketika itu,
wilayah kekuasaan Islam hampir meliputi seluruh semenanjung Arabia, dan
terdiri berbagai suku.
Terpilihnya Abu Bakar yang juga disepakati kalangan sahabat itu
dinilai tepat saat negara dalam kondisi tak menentu. Dalam pidato baiat
yang dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah, Abu Bakar antara lain
menyatakan, “Orang yang lemah di antara kalian akan menjadi kuat dalam
pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah
menghendaki, dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam
pandangan saya sehingga saya dapat merebut hak daripadanya.
Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya.”
Sebagai pemimpin, kedermawanan dan solidaritas kemanusiaannya
terhadap sesama tak diragukan lagi. Ketika Abu Bakar diangkat menjadi
khalifah, kekayaannya mencapai 40.000 dirham, nilai yang sangat besar
saat itu. Kekayaan itu seluruhnya didedikasikan bagi perjuangan Islam.
Soal ini, sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zeidan, punya komentar menarik.
Katanya, “Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan keemasan
Islam.
Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kejujuran,
kealiman, dan keadilannya. Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia memiliki
40.000 dirham, jumlah yang sangat besar waktu itu, akan tetapi ia
habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan demi
memajukan agama Islam.
Ketika wafat, tidaklah ia mempunyai apa-apa kecuali uang satu dinar.
Ia biasa jalan kaki ke rumahnya maupun kantornya. Jarang terlihat dia
menunggang kuda…”
Keikhlasannya yang luar biasa demi kemakmuran rakyat dan agamanya
itu, kata Jurji, sampai-sampai menjelang wafatnya, Abu Bakar
memerintahkan keluarganya untuk menjual sebidang tanah miliknya dan
hasilnya dikembalikan ke masyarakat sebesar jumlah uang yang telah ia
ambil dari rakyatnya itu sebagai honorarium, dan selebihnya agar
diberikan kepada Baitulmal wat Tamwil, lembaga keuangan negara.
Stabilitas dan keamanan masyarakat, di antaranya yang paling menonjol
dalam ‘rapor’ pemerintahan Abu Bakar. Karena dinilai sebagai amanat
negara, Abu Bakar mengangkat Umar bin Khaththab sebagai kadi (hakim).
Namun, selama setahun sejak diangkat sebagai kadi tak satupun
pengaduan dari masyarakat muncul. Ini karena rakyat terbiasa hidup jujur
dan bersih dibanding masa sebelum Islam. Sementara Ali, Usman, dan Zaid
bin Tsabit diangkat sebagai khatib.
Di medan pertempuran, sang khalifah juga mengajarkan bagaimana
berperang yang baik. Sepuluh pesan yang kerap disampaikan khalifah yang
wafat pada 13 H, dalam usia 63 tahun itu, ketika hendak melepas
pasukannya ke medan perang adalah: “Jangan berkhianat, jangan
berlebih-lebihan, jangan menipu (berbuat makar), jangan membunuh lawan
dengan cara-cara sadis, jangan membunuh anak-anak, lelaki lanjut usia,
dan wanita.
Juga jangan menebang pohon-pohon kurma yang sedang berbuah, jangan
melakukan pembakaran, jangan menyembelih domba, sapi, dan unta kecuali
hanya untuk sekadar kebutuhan makan dagingnya. Nanti kalian akan
berjumpa dengan orang-orang yang bertapa dalam biara, maka biarkanlah
mereka dan jangan mengusiknya.”n hery s/berbagai sumber
Dijamin Masuk Surga
Menjadi Muslim yang baik dan selalu taat pada agamanya tidaklah
mudah. Tapi jalan menuju hal itu selalu terbuka. Sejarah mencatat, Abu
Bakar satu dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang dengan tegar dan
tabah menghadapi berbagai cobaan dan tantangan dalam mengamalkan ajaran
Islam.
Tapi jangan pula ditanya seberapa besar kesetiaan Abu Bakar kepada
Rasulullah, atau sejauh mana kualitas keimanannya kepada Allah.
Soal ini, Nabi sendiri dalam banyak sabdanya secara khusus berujar
tentang diri dan kebaikan Abu Bakar. Kata Nabi SAW, seperti diriwayatkan
Imam Bukhari, “Sesungguhnya Allah mengutusku kepadamu dan kamu berkata,
“Engkau dusta! Sedangkan Abu Bakar berkata, “Dia benar.” Abu Bakar
menyantuni aku dengan dirinya dan hartanya.
Tidakkah kalian berhenti mengganggunya. Sesudah itu, Abu Bakar tak
lagi diganggu.” Masuknya Abu Bakar ke dalam Islam pun tak kalah
pentingnya sebagai ‘ibrah (hikmah) kita semua. Kisah itu berawal ketika
Abu Bakar bertemu Rasulullah. Kepada Rasul terakhir ini, ia bertanya,
“Ya Muhammad apakah benar apa yang dituduhkan kaum Quraisy (kaumnya Abu
Bakar sendiri, Red) terhadapmu bahwa kamu meninggalkan tuhan-tuhan kita,
merendahkan akal pikiran kita dan mengkufuri ajaran-ajaran nenek moyang
kita?” “Ya benar! Sesungguhnya aku ini Rasul Allah dan Nabi-Nya.
Allah mengutus aku untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengajakmu
kepada Allah yang benar. Demi Allah, itu adalah hak. Aku mengajakmu, hai
Abu Bakar kepada Allah Yang Esa, tunggal, tiada sekutu bagi-Nya.
Janganlah kamu menyembah selain Allah dan patuh serta taatlah
kepada-Nya,” jawab sang Nabi. Abu Bakar pun masuk Islam.
Sejak masuknya Ash Shiddiq ke agama terakhir ini, perjungan dakwah
Islam yang dilakukan Rasulullah makin kuat. Ia yang termasuk periode
awal para pemeluk Islam itu, menjadikan seluruh jiwa, raga dan harta Abu
Bakar, hanya untuk perjuangan dakwah Rasulullah.
Perlindungan dan pengorbanannya setiap saat terhadap sang Rasul pun
dilakukannya sampai-sampai ia tak memedulikan lagi dirinya sendiri. Soal
ini, Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah dan Imam Tirmizi,
bersabda, “Tiada seorang pun bermanfaat bagiku hartanya sebagaimana
bermanfaat bagiku harta Abu Bakar.”
Sosok Abu Bakar yang memang memiliki sifat-sifat yang sama seperti
Rasulullah, di antaranya amanah, tablig (menyampaikan), fathanah
(cerdas), teguh pendirian dan taat beragama, rendah diri dan selalu
mendahulukan kepentingan orang lain, itulah yang membuat Rasulullah
dalam banyak hal memberikan kepercayaan pada diri Abu Bakar.
Dengan kepemilikan hartanya yang cukup banyak, lantaran ia memang
saudagar kaya di masanya, Abu Bakar menjadikan seluruh harta yang
dimilikinya hanya untuk mengabdi di jalan-Nya. Sekalipun dalam kondisi
sakit misalnya, Abu Bakar senantiasa menyambut ajakan amal baik. Seperti
dijelaskan sahabat Umar bin Khaththab, “Aku tidak pernah mendahului Abu
Bakar dalam mengamalkan kebajikan. Dia yang selalu mendahuluiku.”
Perjuangan dan pengorbanan Abu Bakar yang penuh keikhlasan itu oleh
Allah akan dibalas dengan surga. Sebagaimana diceritakan Abu Dzaar Ra,
ketika Rasulullah masuk ke rumah ‘Aisyah Ra, beliau mengatakan Abu Bakar
termasuk dalam al ‘asyarah al mubasysyiriina bil jannah (sepuluh orang
yang dijamin Rasulullah bakal masuk surga). Dalam kelompok ini juga ada
Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair Ibnul Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqas, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah Ibnul Jarrah. [Republika, 27
Desember 2002]
Bagaimana
Perjuangan dan Pengorbanan kita sebagai seorang Muslim? Sudahkah
Pengorbanan kita mendekati pengorbanan yang dilakukan oleh sahabat nabi
ataukah masih juauh sekali?
Mari
kita renungkan apa yang telah mereka perjuangkan dan korbankan demi
tegaknya Agama Islam, serhingga kita sebagai seorang muslim bisa
mengikuti jalan yang ditempuh oleh para pengikut Nabi yang telah
berjuang dan berkorban harta benda bahkan dengan nyawanya untuk kemajuan
Agama Islam.
Semoga
kita selalu diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk selalu menegakkan
Agama Islam dengan kemampuan dan keahlian serta ilmu yang kita miliki.
Mari selalu belajar, belajar dan belajar untuk meningkatkan pengetahuan kita.
Wassalam
0 komentar:
Post a Comment