Ada 2 bagian soal, kedua bagian memiliki bobot yang
sama :
1. Bagian
pertama, soalnya mudah tapi harus hati – hati dalam pengerjaanya. Jawaban benar
bernilai +1 , salah -1, dan tidak dijawab 0.
2. Bagian
kedua, soalnya mudah tapi tahap-tahapan pengerjaanya lama. Mulai menurunkan
rumus hingga ditemukan persamaan yang baru.
Dari
2 bagian soal ini, ada 3 orang yang di survey manakah yang harus dikerjakan
terlebih dahulu
1. Orang
pertama , mengerjakan bagian pertama dulu karena mudah walaupun harus
berhati-hati dalam pengerjaanya. Jika dia mengerjakan nomer 2, maka dia yakin
waktunya akan habis duluan.
2. Orang
kedua, mengerjakan bagian kedua dulu karena dengan egonya , “cuman nurunkan
rumus saja, masa gak bisa pokoknya bagian ini harus dikerjakan dulu. Dia tidak
memikirkan berapa lawa waktu yang harus dia habiskan
3. Orang
ketiga, tidak mengerjakan soal manapun karena bingung mana yang mau dikerjakan
terlebih dahulu.
Suatu
ketika waktu tinggal 10 menit terakhir,
1. Orang
pertama sudah selesai mengerjakan bagian pertama. Dia mengerjakan soal yang
paling dia yakini jawabanya kalau salah itu wajar dan tidak mengerjakan soal
yang tidak dia ketahui.
2. Orang
kedua belum selesai mengerjakan bagian kedua karena adalah kesalahan penurunan
rumus dan dia terus mengulik dimana kesalahanya. Tanpa sadar bahwa waktunya
tinggal 10 menit lagi
3. Orang
ketiga, karena panic dia mengerjakan bagian dua dulu. Karena bingung dia hanya
menulis kembali soal bagian 2.
Waktupun
habis, seminggu kemudian hasil dibagikan
1. Orang
pertama berhasil mencapai nilai 72.
Karena bagian pertama dia dapat nilai 35 (dari 70 soal dia mengerjakan benar 45,
salah 10, dan kosong 15 ) dan dibagian dua dia dapat nilai 37 (dari nilai
tertingginya 50).
2. Orang
kedua hanya mencapai nilai 48 karena hanya mengerjakan di bagian 2 saja.
Otomatis dia harus remedial
3. Orang
ketiga, karena hanya menulis soal , si Guru dengan rasa iba akhirnya memberi nilai
5. Ya mau gimana lagi, dia juga haru remedial.
Dengan
rasa yang penuh kecewa, orang kedua bertanya ke orang pertama.
“Kok , kamu bisa mengerjakan bagian pertama
dan bagian kedua ?”
“Begini, saya tadi mengerjakan bagian
pertama dulu dan ketika selesai ternyata bagian pertama itu membantu jawaban
bagian kedua. Makanya saya bisa mengerjakanya walaupun tidak sempurna.”
“Oh gitu, saya terlalu focus dibagian dua
sampai lupa waktunya habis hehe….”
“Iya begitu sobat, lain kali kalau sudah
mentok lanjut ke soal yang lebih gampang ya ?”
“Sip, terimakasih wejanganya bro !”
Dan
orang ketiga meminta orang pertama untuk mengajarnya , agar dia bisa lulus dari
remedial.
Dari
cerita diatas, dapat dibuat analogi…….
1. Bagian
pertama, itu adalah amalan sunnah dan amalan wajib. Mudah tapi harus “hati-hati”
jangan sampai ditinggalkan. Bernilai benar +1 artinya benar dan dikerjakan
ibadahnya sesuai kaedah, bernilai salah -1 jika amalan wajibnya ditinggalkan,
dan bernilai 0 jika amalan sunnahnya tidak dikerjakan.
2. Bagian
kedua adalah pernikahan , soalnya mudah tapi tahap-tahapan pengerjaanya lama.
Butuh usaha yang lebih dan “ketelitian” jangan sampai ada hal yang tertinggal.
Mendengar
cerita orang pertama, berarti dapat diambil hubungan
1. “Bagian
dua mudah dikerjakan, jika mengerjakan bagian pertama terlebih dahulu”
2. Yang
dibawah nilai 70 berarti dia harus mengulang dan memulai dari bagian pertama
agar bagian keduanya lebih mudah untuk dikerjakan.
Ini
berarti,
“Pernikahan
ingin mudah maka kerjakanlah dulu amalan sunnah dan amalan wajib secara baik
dan benar”
Nah,
dari sini ada tiga tipe orang
1. Orang
pertama adalah orang yang tipe memantaskan diri di hadapan Allah dengan
berusaha mengerjakan amalan sunnah dan wajib dengan baik dan benar. Sehingga dalam
proses pernikahanya lebih mudah.
2. Orang
kedua, adalah orang yang siap menuju pernikahan tapi dia tidak tahu bahwa
amalan sunnah dan wajib merupakan hal penting dalam membangun mahligai rumah
tangga.
3. Orang
ketiga, adalah orang yang ingin menikah tetapi hanya melalui angan-angan tanpa
persiapan apapun. Akhirnya tidak ada satupun yang dia kerjakan.
Kesimpulanya
, banyak orang yang ngebet pengen nikah
tapi dia lupa dengan amalan wajib dan sunnah. Sehingga pernikahan menjadi
angan-angan belaka, dan amalan nya tidak dikerjakan ( berarti dia termasuk
orang ketiga )
Menikah
itu menyempurnakan separuh agama, tapi kalau menikah itu merupakan “bagian soal
kedua” dan kita terlalu sibuk mengejarnya maka kita akan kehabisan waktu. Tanpa
sadar bahwa hal yang bisa kita kerjakan saat ini adalah soal bagian pertama yaitu
mengerjakan amalan sunnah dan wajib, agar mudah dalam mengerjakan soal bagian
kedua.
Jadi
buat loe-loe semua yang GALAU pengen nikah, maka jangan dulu kepikiran kearah sana
sebelum bisa istiqamah dalam mengerjakan amalan wajib dan sunnah. Mudah-mudahan
setelah “bagian soal pertama” bisa dikerjakan dengan baik, Allah swt akan
mempermudah kita dalam jalan untuk “menyempurnakan separuh agama” . Aamiin.
Penulisan ini
berdasar pemikiran sendiri, apabila ada kesamaan ide mohon dimaafkan. Dan juga
dibutuhkan kritik dan saran dari agan – agan semua agar dalam penulisan
berikutnya bisa lebih baik.
0 komentar:
Post a Comment