Banjarmasin
(ANTARA News) - Menteri Agama Suryadharma Ali mencanangkan "Gerakan
Maghrib Mengaji" atau disingkat "Gemar Mengaji" pada pembukaan
Seleksi Tilawatil Quran Nasional (STQN) XXI di BanjarmasiN.
Ajakan
untuk Gemar Mengaji kata dia, merupakan salah satu langkah untuk menciptakan
generasi muda agar mencintai Al Quran dan nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya.
"Melalui
Gemar Mengaji, setiap maghrib anak-anak diajak untuk mengaji dan menyimak Al
Quran dan kandungannya," katanya.
Langkah
tersebut, kata dia, diyakini akan mampu menciptakan generasi yang penuh kasih
sayang, hormat menghormati, berbudi pekerti tinggi sebagaimana nilai-nilai yang
diajarkan dalam Al Quran.
Apalagi
kata dia, saat ini anak-anak dan remaja sedang tumbuh dan berkembang di tengah
arus globalisasi dan liberalisasi yang dengan deras masuk dan mempengaruhi
pemikiran para generasi muda melalui berbagai penjuru.
Maka
dengan terus meningkatkan dan mengajarkan nilai-nilai Alquran diharapkan akan
mampu menjadi salah satu panangkal masuknya beberapa pemahaman yang
bertentangan dengan nilai dan norma agama maupun sosial.
"Untuk
itu saya berharap STQ bisa dilakukan secara berkesinambungan oleh pemerintah,
masyarakat, sekolah dan lainnya, terutama LPTQ yang memangku kewenangan cukup
penting," katanya.
Hal
tersebut, tambah dia, penting untuk dilakukan karena saat ini kemajuan
teknologi dan informasi memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi generasi muda
menjadi materialisti dan instan.
Banyak
generasi muda cenderung ingin sukses secara singkat tanpa menghargai proses,
sehingga yang terjadi adalah generasi yang kurang memiliki ketahanan mental
sebagaimana yang diharapkan.
"Sehingga
pendidikan berbasis Alquran harus terus dikembangkan dan didukung oleh seluruh
pemangku jabatan terkait.
Selain
itu tambah dia, STQ juga merupakan salah satu wadah pengkaderan qori dan
qoriah, secara alami dan terus menerus oleh LPPTQ.
"Jangan
hanya menjelang STQ baru dilakukan pengkaderan dan saya rasa ini menjadi salah
satu tugas dan tanggung jawab LPPTQ," katanya.
Pembukaan Seleksi Tilawatil Quran
(STQ) Nasional XXI di halaman Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, Sabtu malam dipadati ribuan warga.
Meski acara sesuai jadwal dimulai
sekitar pukul 20.00 Wita, namun selepas shalat Magrib warga Banjarmasin dan
sekitarnya sudah berbondong-bondong menuju areal pembukaan.
Besarnya antusias warga membuat
sejumlah jalan protokol di Banjarmasin macet total, seperti Jalan Sudirman,
Jalan Ais Musyafa, Jalan Soeparto, dan kawasan Siring dari depan Kantor
Gubernur Kalsel hingga depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Usai memukul beduk dan memencet
tombol sirine tanda dibukanya STQ XXI, Menteri Agama Suryadharma Ali langsung
menandatangani perangko berseri yang bergambar STQ XXI.(*)
DUKUNG
GEMAR MENGAJI (Gerakan Maghrib Mengaji)
Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji
(Gemar Mengaji) yang dicanangkan oleh Kementerian Agama adalah sesuatu yang
wajib mendapat dukungan pemerintah daerah dan masyarakat. Ini adalah program
terobosan yang memunyai dampak positif luar biasa, apalagi dicanangkan oleh
suatu kementerian yang tentu saja memunyai level yang sangat tinggi. Secara
struktural, tentu hal ini merupakan sinyal yang kuat agar pemda tak ragu untuk
menerapkannya di daerah masing-masing. Rentang waktu sekira satu sampai dua
jam, 18.00 – 20.00 diharapkan TV jadi off. Pemerintah daerah harus aktif
memberikan dukungannya melalui regulasi yang jelas sehingga ada sanksi bagi
yang melanggar. Selain itu, orangtua tentu menjadi garda terdepan dalam
menyukseskan program ini di rumah dan keluarga mereka masing-masing.
Program ini, murni untuk
mengantisipasi semakin kencangnya arus pergeseran nilai yang dengan kasat mata
silih berganti terjadi di negeri yang dulu dikenal religius ini. Regulasi
sangat perlu dikeluarkan oleh pemerintah daerah, namun bukan berarti kembali
memunculkan debat publik yang mengarah pada debat kusir (debat panjang lebar
yang tak tentu tujuan) tentang baik tidaknya mengeluarkan regulasi tentang
Gemar Mengaji tersebut, apalagi potensi di masyarakat telah banyak muncul,
seperti TKA-TPA dan pengajian kampung yang masih tersisa. Meski tak ada satu
kebijakan pun yang tanpa efek negatif, namun bukan masanya memperdebatkannya
dengan mengandalkan logika dan kepiawaian berbicara, jika menyangkut moral dan
etika anak bangsa.
Banyak pengalaman yang
memperlihatkan beberapa dari “orang penting” negeri ini, menolak program
perbaikan moral dengan berbagai alasan yang “masuk akal” dan sesuai “aturan”
hanya untuk popularitas belaka dan sudah barang tentu melanggengkan kemaksiatan.
Kita masih ingat betapa besar tantangan terhadap UU Anti Pornografi dan
Pornoaksi, sehingga yang berlaku saat ini hanya bagian-bagian yang kurang dapat
diukur penindakannya, sehingga pornografi masih marak saja. Betapa tantangan
kuat juga dialami Menkominfo dalam memproteksi situs-situs porno di internet.
Sosialisasi pengajaran sex yang semakin vulgar pada generasi anak yang disertai
berbagai alasan para ahli, membuat kita hanya dengan tenang menerimanya.
Tidakkah terpikir oleh kita bahwa semua itu merupakan grand design dunia barat
yang mengarahkan kita bangsa Indonesia juga berbuat seperti yang mereka lakukan
yakni kebebasan tanpa batas. Mereka (dunia barat) terlanjur rusak moral dan
etikanya sehingga menginginkan kita bangsa berbudaya ini, seperti mereka. Bagi
umat Islam tentu sifat yang demikian sudah familiar sebagai sifat setan dan
iblis. Setan dan iblis selalu berusaha mencari teman untuk bersama-sama mereka
di negara pada akhir zaman.
Sudah waktunya eksekutif bersama
legislatif untuk berbuat untuk daerah ini dengan mengeluarkan regulasi demi
perbaikan moral, dengan mendukung Gemar Mengaji. Program ini tidak hanya harus
disosialisaikan oleh Kementerian Agama, meskipun mereka memang sebagai
institusi terdepan, tetapi semua pihak yang masih merasa memunyai hati nurani
dan penghargaan kepada agama. Aktifitas sebagian besar masyarakat semakin hari
akan disibukkan oleh urusan ekonomi, politik, dan lainnya yang tentu saja
mengarah kepada ditinggalkannya urusan yang berkaitan dengan keTuhanan.
Masyarakat modern adalah masyarakat yang memunyai manajemen waktu, termasuk
penyediaan waktu untuk berbuat kebajikan. Luangkan waktu untuk khusus mendalami
Kitabullah sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di dunia ini.
Mematikan TV paling lama dua jam sehari harus menjadi kebiasaan yang mungkin
satu dua hari sangat berpengaruh bagi sebagai masyarakat yang telah
“terhipnotis” oleh box yang satu itu. Apalagi program TV saat ini di semua
channel yang ada, sepertinya memang menempatkan acara-acara unggulannya
termasuk acara anak, pada jam Maghrib.
Meski terkesan sederhana program
Gemar Mengaji sangat potensial dapat mengubah moral etika anak bangsa menjadi
lebih baik, sejalan dengan program pembinaan karakter bangsa oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Banyak dari kita yang berusia di atas 40 tahun masih
merasakan betapa syahdu perasaan dimasa dulu masih giat-giat pengajian selepas
Maghrib. Tidakkah memori kita masih mengenang waktu itu sebagai kenangan indah
dan perlu untuk dihidupkan kembali. Anak-anak belum mengenal tawuran, balapan
liar, minuman keras, dan sex bebas, karena mereka aktif bergelut dengan agama.
Tentu yang paling kita harapkan sebagai makhluk ciptaan-Nya adalah bahwa rahmat
dan hidayah-Nya tercurah pada kita semua, jika kita rajin membaca,
mendengarkan, dan mengaplikasikan ayat-ayat-Nya melalui Gemar Mengaji tersebut.
0 komentar:
Post a Comment